Sabtu, 05 Januari 2013

Sejarah Dan Filosofi Batik




Sejak 2 Oktober 2009 Batik telah ditetapkan UNESCO sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Non bendawi (Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity). Batik adalah kerajinan yang memiliki nilai seni tinggi dan telah menjadi bagian dari budaya Indonesia sejak lama. Sebagai warisan kesenian budaya asli Indonesia, maka sudah sepatutnya kita memelihara dan melestarikannya.

Penggunaan batik sudah meluas secara global, bukan hanya masyarakat Indonesia yang menyukai batik tetapi juga warga dunia. Berbatik bukan lagi kegiatan asing di tengah masyarakat dunia. Meskipun batik merupakan produk asli Indonesia dan menjadi busana favorite masyarakat Indonesia, namun orang mancanegara juga banyak yang suka berbusana batik. Mereka berburu kain batik di butik batik, toko batik, bahkan batik online di internet. Karena sudah menjadi bahan busana yang mengglobal maka bukan hal sulit lagi untuk mencari batik. 


 Orang asing tak perlu datang ke Indonesia untuk belanja batik karena bisa membeli langsung di toko-toko batik yang tersebar di beberapa mal besar. Mereka juga bisa membeli secara online, salah satunya di situs yang khusus menyediakan batik yakni di www.berbatik.com. Di website ini tersedia berbagai jenis, corak, warna, dan motif batik yang sangat berkualitas. Pengunjung juga bisa memilih sesuai selera jenis batik yang diinginkan.

Karena batik sudah menjadi bagian dari kehidupan kita, maka sudah sepatutnya kita memelihara dan melestarikan batik. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan terus mempromosikan penggunaan batik sebagai bahan busana sehari-hari maupun resmi. Kita pun perlu mempelajari sejarah perkembangan batik di Indonesia, sehingga kita bisa lebih mengenal dan mencintai produk seni budaya asli dari negeri sendiri. Seni Batik juga mengandung nilai-nilai filosofi tinggi yang perlu kita hayati dan aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Sekilas Sejarah Batik Indonesia

Kata "batik" berasal dari gabungan dua kata bahasa Jawa: "amba", yang bermakna "menulis" dan "titik" yang bermakna "titik". Di Indonesia, batik dipercaya sudah ada semenjak zaman Majapahit, dan menjadi sangat populer akhir abad XVIII atau awal abad XIX. Batik yang dihasilkan ialah semuanya batik tulis sampai awal abad XX dan batik cap baru dikenal setelah Perang Dunia I atau sekitar tahun 1920-an.


Meskipun kata "batik" berasal dari bahasa Jawa, kehadirannya di Jawa tidaklah tercatat. G.P. Rouffaer berpendapat bahwa tehnik batik ini kemungkinan diperkenalkan dari India atau Srilangka pada abad ke-6 atau ke-7. Di sisi lain, J.L.A. Brandes (arkeolog Belanda) dan F.A. Sutjipto (arkeolog Indonesia) percaya bahwa tradisi batik adalah asli dari daerah seperti Toraja, Flores, Halmahera, dan Papua. Perlu dicatat bahwa wilayah tersebut bukanlah area yang dipengaruhi oleh Hinduisme tetapi diketahui memiliki tradisi kuna membuat batik.

G.P. Rouffaer juga melaporkan bahwa pola gringsing sudah dikenal sejak abad ke-12 di Kediri, Jawa Timur. Dia menyimpulkan bahwa pola seperti ini hanya bisa dibentuk dengan menggunakan alat canting, sehingga ia berpendapat bahwa canting ditemukan di Jawa pada masa sekitar itu. Detil ukiran kain yang menyerupai pola batik dikenakan oleh Prajnaparamita, arca dewi kebijaksanaan buddhis dari Jawa Timur abad ke-13. Detil pakaian menampilkan pola sulur tumbuhan dan kembang-kembang rumit yang mirip dengan pola batik tradisional Jawa yang dapat ditemukan kini. Hal ini menunjukkan bahwa membuat pola batik yang rumit yang hanya dapat dibuat dengan canting telah dikenal di Jawa sejak abad ke-13 atau bahkan lebih awal.


Legenda dalam literatur Melayu abad ke-17, Sulalatus Salatin menceritakan Laksamana Hang Nadim yang diperintahkan oleh Sultan Mahmud untuk berlayar ke India agar mendapatkan 140 lembar kain serasah dengan pola 40 jenis bunga pada setiap lembarnya. Karena tidak mampu memenuhi perintah itu, dia membuat sendiri kain-kain itu. Namun sayangnya kapalnya karam dalam perjalanan pulang dan hanya mampu membawa empat lembar sehingga membuat sang Sultan kecewa. Oleh beberapa penafsir, serasah itu ditafsirkan sebagai batik.

Dalam literatur Eropa, teknik batik ini pertama kali diceritakan dalam buku History of Java (London, 1817) tulisan Sir Thomas Stamford Raffles. Ia pernah menjadi Gubernur Inggris di Jawa semasa Napoleon menduduki Belanda. Pada 1873 seorang saudagar Belanda Van Rijekevorsel memberikan selembar batik yang diperolehnya saat berkunjung ke Indonesia ke Museum Etnik di Rotterdam dan pada awal abad ke-19 itulah batik mulai mencapai masa keemasannya. Sewaktu dipamerkan di Exposition Universelle di Paris pada tahun 1900, batik Indonesia memukau publik dan seniman.

Semenjak industrialisasi dan globalisasi, yang memperkenalkan teknik otomatisasi, batik jenis baru muncul, dikenal sebagai batik cap dan batik cetak. Sementara batik tradisional yang diproduksi dengan teknik tulisan tangan menggunakan canting dan malam disebut batik tulis.

Ragam Corak dan Motif Batik

Batik memiliki nilai seni tinggi dan telah menjadi bagian dari budaya Indonesia (khususnya Jawa) sejak lama. Perempuan-perempuan Jawa di masa lampau menjadikan keterampilan mereka dalam membatik sebagai mata pencaharian, sehingga di masa lalu pekerjaan membatik adalah pekerjaan eksklusif perempuan sampai ditemukannya "Batik Cap" yang memungkinkan masuknya laki-laki ke dalam bidang ini. Ada beberapa pengecualian bagi fenomena ini, yaitu batik pesisir yang memiliki garis maskulin seperti yang bisa dilihat pada corak "Mega Mendung", dimana di beberapa daerah pesisir pekerjaan membatik adalah lazim bagi kaum lelaki.


Tradisi membatik pada mulanya merupakan tradisi yang turun temurun, sehingga kadang kala suatu motif dapat dikenali berasal dari batik keluarga tertentu. Beberapa motif batik dapat menunjukkan status seseorang. Bahkan sampai saat ini, beberapa motif batik tadisional hanya dipakai oleh keluarga keraton Yogyakarta dan Surakarta. Ragam corak dan warna Batik dipengaruhi oleh berbagai pengaruh asing. Awalnya, batik memiliki ragam corak dan warna yang terbatas, dan beberapa corak hanya boleh dipakai oleh kalangan tertentu. Namun batik pesisir menyerap berbagai pengaruh luar, seperti para pedagang asing dan juga pada akhirnya, para penjajah.

Warna-warna cerah seperti merah dipopulerkan oleh Tionghoa, yang juga memopulerkan corak phoenix. Bangsa penjajah Eropa juga mengambil minat kepada batik, dan hasilnya adalah corak bebungaan yang sebelumnya tidak dikenal (seperti bunga tulip) dan juga benda-benda yang dibawa oleh penjajah (gedung atau kereta kuda), termasuk juga warna-warna kesukaan mereka seperti warna biru. Batik tradisonal tetap mempertahankan coraknya, dan masih dipakai dalam upacara-upacara adat, karena biasanya masing-masing corak memiliki perlambangan masing-masing.


Semula batik dibuat di atas bahan dengan warna putih yang terbuat dari kapas yang dinamakan kain mori. Dewasa ini batik juga dibuat di atas bahan lain seperti sutera, poliester, rayon dan bahan sintetis lainnya. Motif batik dibentuk dengan cairan malam (lilin) dengan menggunakan alat yang dinamakan canting untuk motif halus, atau kuas untuk motif berukuran besar, sehingga cairan malam meresap ke dalam serat kain. Kain yang telah dilukis dengan malam kemudian dicelup dengan warna yang diinginkan, biasanya dimulai dari warna-warna muda. Pencelupan kemudian dilakukan untuk motif lain dengan warna lebih tua atau gelap. Setelah beberapa kali proses pewarnaan, kain yang telah dibatik dicelupkan ke dalam bahan kimia untuk melarutkan malam.

Perbedaan motif ini biasa terjadi dikarenakan motif-motif itu mempunyai makna, maksudnya bukan hanya sebuah gambar akan tetapi mengandung makna yang mereka dapat dari leluhur mereka, yaitu penganut agama animisme, dinamisme, Hindu dan Buddha. Batik banyak berkembang di daerah Solo atau yang biasa disebut dengan batik Solo. Ragam corak dan warna Batik juga dipengaruhi oleh berbagai pengaruh asing.

Filosofi Yang Terkandung Dalam Batik

Batik tradisonal tetap mempertahankan coraknya dan masih dipakai dalam upacara-upacara adat, karena masing-masing corak memiliki perlambangan masing-masing. Filosofi yang terkandung dalam seni membatik bisa kita gali dan kembangkan dalam kehidupan sehari-hari. Sebagaimana pola kehidupan masyarakat Jawa yang menjunjung tinggi nilai-nilai kekeluargaan, kegotongroyongan, kebersamaan, toleransi, dan budi pekerti, kesenian batik juga kental oleh nilai-nilai luhur yang patut kita serap.

Dari proses pembuatan batik hingga pada pemilihan corak dan motif Batik bisa kita ambil banyak pelajaran. Pembuatan Batik, khususnya batik tulis, yang memakan waktu cukup lama sampai 3 bulan mengandung makna kesabaran, ketelitian, dan ketelatenan. Dengan kesabaran, ketelitian, dan ketelatenan hasil yang didapat pun maksimal. Keindahan dan kualitas seni Batik buah dari kesabaran, ketelitian, dan ketelatenan. Hal ini bisa juga diterapkan pada bidang pekerjaan lainnya.


Bahan-bahan dasar pembuatan Batik yang terdiri dari kain putih (mori), malam, canting, dan pewarna mengandung filosofi keberagaman. Kain putih yang dijadikan media pembuatan Batik yang tadinya polos diisi dengan pola gambar beragam. Setelah dilukis dengan bahan malam cair melalui alat berupa canting, terwujudlah pola diagonal dan simetris yang impresif. Setelah pembuatan pola gambar jadi, baru kemudian dicelup dengan pewarna. Proses pencampuran warna inilah yang menghasilkan gambar Batik yang indah dan bernilai seni tinggi.

Dalam kehidupan ini keberagaman adalah keniscayaan. Kita mesti bisa menerima perbedaan dan keberagaman yang ada di tengah masyarakat dengan perasaan saling menghormati dan bertoleransi. Seperti yang termuat dalam seni Batik Indonesia. Keindahan seni Batik justru terletak pada keberagaman corak, warna, dan motif yang dikembangkan. Meski melewati masa dan jaman yang berganti nilai-nilai keberagaman ini tidak bisa kita tinggalkan. Kita justru akan lebih kuat dan bersatu dengan keberagaman yang sudah menjadi jati diri bangsa Indonesia!

Pola gambar yang terdapat dalam Batik Indonesia lebih banyak menggunakan garis lengkung, walau pun ada juga gambar berupa garis simetris dan lancip. Pola garis lengkung ini mengandung makna keluwesan. Bahwa manusia Indonesia itu luwes memang. Keluwesan disini menyiratkan sifat ramah, santun, pandai membawa diri, semanak, lembut, bersahabat, toleran, dan mampu menahan gejolak. Keluwesan bisa meredam amuk amarah.

Dalam kehidupan ini kita kerap dihadapkan pada tindakan yang bercorak radikal dan anarkhis dengan simbol lancip atau garis lurus tajam. Namun dengan sifat keluwesan yang disimbolisasi dalam garis lengkung, kita bisa meredam dan menahan tindakan destruktif itu. Kita bisa menggunakan sifat luwes ini sebagai ciri kepribadian kita sebagai bangsa berbudaya, beradab, dan menjunjung tinggi nilai-nilai moral-etika.

Demikian sedikit uraian dari seni Batik yang bisa kita ambil makna dan filosofinya. Semoga bermanfaat!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar