Lomba Menulis & Kontes SEO 2013 - Konsumen Cerdas |
Pemerintah
telah menerbitkan Undang-Undang No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen pada tanggal 20 April 1999 dan diberlakukan
efektif satu tahun kemudian yakni pada tanggal 21 April 2000. Undang-undang ini
bertujuan untuk melindungi konsumen dari praktek perdagangan dari para pelaku
usaha yang hanya mengutamakan prinsip mengeruk keuntungan dan meminimalkan
kerugian tanpa mempedulikan etika dalam berbisnis, sehingga berpotensi
merugikan konsumen.
Maka, muncul istilah atau
slogan Konsumen Cerdas yang
merupakan bagian dari upaya penguatan kesadaran konsumen atas hak dan
kewajibannya. Dalam hal ini konsumen cerdas diharapkan bisa bersikap lebih
kritis dan waspada terhadap barang dan/atau jasa yang beredar di pasaran. Jangan
sampai ada warga masyarakat yang dirugikan oleh barang dan/atau jasa yang telah
digunakan. Meski pemerintah melalui Kemendag telah melakukan pengaturan (regulasi)
dan pengawasan secara ketat terhadap peredaran barang di pasaran, namun masih
banyak pelaku usaha/produsen yang berlaku curang dan menipu konsumen.
Upaya konsumen
sebagai pihak yang dirugikan untuk melakukan complain dan tuntutan secara hukum
juga masih banyak mengalami kendala. Masih banyak kasus sengketa antara konsumen
dan pelaku usaha tidak berjalan dengan tuntas. Dalam beberapa kasus sengketa di
pengadilan seringkali konsumen berada dalam posisi lemah sehingga tidak mampu
memperjuangkan kepentingannya. Agar tidak terjadi hal demikian, maka tindakan
preventif dari masyarakat (baca: konsumen) untuk lebih berhati-hati dan teliti
sebelum membeli sangat diperlukan.
Namun
sayangnya, masih banyak masyarakat Indonesia yang belum memahami akan
pentingnya perlindungan konsumen. Terutama bagi masyarakat yang tinggal di daerah
pelosok, luar pulau, ekonomi lemah, dan berpendidikan rendah. Konsumen dari
kalangan ini sangat rentan oleh praktek kecurangan yang dilakukan pelaku usaha.
Upaya pemerintah dengan melakukan penyuluhan dan kampanye melalui berbagai
media cetak maupun elektronik sebenarnya tak pernah kurang. Terlebih dengan
dicetuskan Hari Konsumen Nasional (HKN)
yang jatuh pada tanggal
20 April melalui Keputusan Presiden No. 13 Tahun 2012, ikut menguatkan
kampanye gerakan Perlindungan Konsumen.
Namun semua
ini tak akan berjalan dengan baik bila masyarakat tidak ikut terlibat langsung
di dalamnya. Masyarakat secara luas mesti ditumbuhkan kesadaran dan pemahaman
tentang pentingnya upaya Perlindungan Konsumen. Gerakan “Konsumen Cerdas Paham Perlindungan Konsumen” akan berhenti sebatas
sebagai slogan bila tidak ada upaya massif dan terus menerus dari pemerintah,
masyarakat, maupun LSM dan organisasi yang concern
terhadap masalah ini. Memberdayakan konsumen sehingga bisa berpikir lebih
kritis, waspada, hati-hati, dan bijak dalam berbelanja. Konsumen mesti cerdas menempatkan
dirinya sebagai subyek dalam domain transaksi jual beli.
Penguatan Hak Konsumen
Menurut
penulis ada 3 (tiga) hal pokok yang perlu dikedepankan dalam upaya mengefektifkan
gerakan “Konsumen Cerdas PahamPerlindungan Konsumen”, yakni: Edukasi, Sosialisasi, dan Advokasi. Lebih
lanjut akan penulis uraikan satu persatu.
A.
Edukasi
Pemahaman
tentang perlindungan konsumen bisa ditumbuhkan melalui kegiatan edukasi. Yakni
pembelajaran atau pendidikan mengenai seluk beluk dalam dunia bisnis dan segala
aspeknya. Dalam hal ini konsumen perlu mendalami pengetahuan tentang peraturan
perundang-undangan yang mengatur standar dan kelayakan mutu barang dan/atau
jasa. Konsumen juga perlu mempelajari Undang-undangPerlindungan Konsumen (UUPK) agar tahu mana hak dan kewajiban sebagai
konsumen. Hal-hal yang berkaitan dengan praktek perdagangan yang merugikan
konsumen.
Kegiatan
edukasi ini seyogyanya mulai diterapkan pada anak-anak usia sekolah. Sejak dari
pendidikan dasar, anak-anak mesti diperkenalkan pada berbagai hal yang menyangkut
upaya perlindungan konsumen. Anak-anak diajarkan membeli produk yang aman,
sehat, dan terjamin secara kualitas. Anak-anak merupakan konsumen yang sangat rentan
oleh praktek kecurangan dan penipuan dari pelaku usaha. Mereka biasanya
menggunakan uang sakunya untuk membeli makanan pinggir jalan, produk makanan
dalam kemasan, dan barang mainan.
Tak
jarang makanan yang dikonsumsi jauh dari faktor keamanan dan higienitas. Sering
dengar berita di media massa tentang anak-anak SD yang keracunan? Hal ini
biasanya disebabkan oleh jajanan yang dikonsumsi. Bukan rahasia lagi bila
banyak penjual makanan keliling atau pinggir jalan melakukan praktek kecurangan
dengan mencampur bahan kimiawi dalam makanan yang dibuat. Bahkan ada yang menggunakan
bahan olahan makanan yang sudah kadaluwarsa. Kondisi ini tentu sangat
memprihatinkan dan merugikan bangsa! Berapa banyak anak-anak kecil yang
notabene generasi penerus bangsa telah dirusak dan dihancurkan kesehatannya
oleh produk makanan berbahaya?
Untuk
ini orang tua maupun guru di sekolah harus bersinergi dalam melindungi
anak-anak dari konsumsi makanan tidak sehat. Mereka harus sering diberikan
pemahaman dan kesadaran tentang memilih makanan yang aman dan higeinis. Perlu
memperhatikan tanggal kadaluwarsa pada bungkus makanan. Anak-anak juga perlu
diberikan pengetahuan tentang ciri-ciri makanan olahan yang mengandung bahan
kimiawi (formalin, boraks, bleng, dan sebagainya). Pendeknya, anak-anak
diajarkan tidak jajan sembarangan. Alangkah bagusnya bila di sekolah ada kantin
sendiri yang mendapat pengawasan dan kontrol dari pihak sekolah, sehingga tidak
menjual makanan yang berbahaya bagi anak-anak selaku konsumen.
Sementara
itu kaum ibu atau wanita di rumah yang biasanya banyak berperan sebagai
pengendali uang belanja mesti diberikan pemahaman lebih mendalam tentang Perlindungan Konsumen. Melalui kelompok
atau organisasi di lingkup kecil seperti: RT, RW, PKK, atau Posyandu sering
diberikan penyuluhan dan pengetahuan tentang bagaimana memilih barang dan/atau
jasa yang memenuhi unsur kenyamanan, keamanan, dan keselamatan. Diadakan
kegiatan sharing dan tukar informasi yang
sangat bermanfaat, sehingga kaum ibu menjadi lebih terbuka wawasan dan
pengetahuan akan pentingnya Perlindungan
Konsumen.
B.
Sosialisasi
Sejalan
dengan kegiatan edukasi di masyarakat, perlu juga kegiatan sosialisasi tentang
penguatan gerakan Perlindungan Konsumen.
Kegiatan semacam ini bisa dilakukan oleh pemerintah maupun masyarakat, dan juga
lembaga-lembaga swadaya masyarakat yang concern
terhadap upaya Perlindungan Konsumen.
Salah satu kegiatan sosialisasi adalah pengenalan produk UUPK dan peraturan
yang menyertainya kepada masyarakat luas, sehingga tumbuh kesadaran akan hak
dan kewajiban sebagai konsumen.
Mungkin
akan lebih efektif bila sosialisasi yang dilakukan menyentuh pada akar rumput,
yakni masyarakat lapisan bawah. Melalui forum pertemuan atau jejaring sosial di
komunitas masyarakat terkecil disampaikan hal-hal yang menyangkut tentang
produk barang dan/atau jasa yang layak dan memenuhi standar mutu untuk
dikonsumsi/digunakan. Pengenalan tentang produk ber-SNI, terdaftar di BPOM, atau Depkes, bahkan sampai kepada produk
yang di-black list atau masuk dalam kategori berbahaya dan tak layak
pakai/guna mesti diinformasikan secara lebih transparan. Seringkali masyarakat
(baca: konsumen) tidak mendapat akses informasi yang jelas, jujur, dan apa
adanya mengenai produk yang dilarang beredar.
C.
Advokasi
Selanjutnya
dilakukan kegiatan advokasi atau pembelaan bagi konsumen yang dirugikan setelah
menggunakan produk barang dan/atau jasa yang telah dibeli. Masyarakat secara
luas perlu dilibatkan pada isu-isu penting tentang Perlindungan Konsumen. Jika perlu dilakukan clash action di pengadilan terhadap produsen atau perusahaan yang
nyata-nyata telah melakukan kecurangan dan kesalahan dalam kegiatan produksinya,
sehingga menyebabkan kerugian baik materiil maupun imateriil terhadap
masyarakat luas. Hal ini bukan bermaksud untuk mematikan dunia usaha atau
industry, melainkan sebagai upaya penegakan keadilan dan kebenaran. Justru dengan
kejadian seperti ini akan mendorong kegiatan ekonomi dan bisnis yang lebih
sehat. Pelaku usaha dan produsen akan berusaha memberikan yang terbaik bagi
konsumen. Iklim persaingan usaha juga berlangsung fair dan sehat.
Di
Indonesia jarang terjadi konsumen atau masyarakat memenangkan perkara di
pengadilan atas gugatan terhadap sebuah perusahaan atau pelaku usaha yang telah
berbuat wanprestasi atas produk
barang dan/atau layanan jasa. Kerapkali upaya itu kandas di tengah jalan atau
berakhir dengan damai tanpa ada kejelasan kasusnya. Semestinya ada kepastian
hukum atas kesalahan yang dilakukan oleh pihak pelaku usaha agar menjadi yurispudensi ke depannya, sehingga tak
ada konsumen lain yang dirugikan. Sebab, jika dilakukan pembiaran atas
kesalahan atau kecurangan yang dilakukan pelaku usaha, tidak tertutup
kemungkinan akan terjadi lagi kasus yang sama di kemudian hari.
Pemerintah
bersama DPR serta para stake holder
lainnya juga harus berperan aktif dalam penguatan hak konsumen. Kegiatan
advokasi bagi masyarakat konsumen yang mengalami kerugian akibat penggunaan
produk barang dan/atau jasa yang tidak sesuai dengan standar kelayakan mutu
bisa menumbuhkan kesadaran masyarakat akan pentingnya Perlindungan Konsumen. Jika perlu di tiap daerah didirikan semacam
lembaga khusus oleh pemerintah yang menangani pengaduan konsumen bilamana
menemukan produk barang dan/atau jasa yang menyalahi aturan, berbahaya, atau
berpotensi merugikan konsumen sehingga bisa segera ditangani. Selama ini yang berperan
aktif dalam pengawasan atas penyimpangan pelaku usaha dan juga memberi advokasi
pada konsumen adalah lembaga non-pemerintah seperti YLKI (Yayasan Lembaga
Konsumen Indonesia). Akan lebih efektif bila pemerintah sendiri juga menjalankan
fungsinya sebagai pengayom dan pelindung konsumen!
Demikian
sekilas uraian yang bisa penulis sampaikan sehubungan dengan kampanye “Konsumen Cerdas Paham PerlindunganKonsumen”. Pemaparan di atas mungkin masih kurang lengkap dan belum memadai
untuk dijadikan referensi bagi masyarakat yang belum memahami tentang
pentingnya Perlindungan Konsumen. Sebagai
pelengkap pembaca bisa membuka website Kemendag yang beralamat di: http://ditjenspk.kemendag.go.id/ atau http://hkn2013.com. Semoga uraian kecil di atas
memberikan sumbangsih bagi penguatan hak dan kewajiban konsumen dalam
menjadikan diri sebagai “Konsumen Cerdas
Paham Perlindungan Konsumen”.
Back link: http://ditjenspk.kemendag.go.id/